ㅡperpisahan hanyalah sekali, tetapi mengapa
merindukannya berkali-kali?ㅡ
Hai,
Bagaimana kabarmu? Apakah kamu masih mengingatku?
Tempat ini masih terasa sama, dengan ada atau tidaknya hadirmu. Ah, mungkin
akan lebih terasa hidup jika kamu disini.
ㅡ01/01/2018.
18:30 wib.
“Aku masih disini, Hon. Menunggumu kembali.” Ucapku dengan
senyuman bahagia seperti bertemu kembali hal yang sangat disayanginya.
“Kupikir kau sudah meninggalkanku.” balasmu dengan
dingin.
Kutatap matamu dengan nanar seolah tak percaya
dengan perkataan yang baru saja kau lontarkan padaku.
Aku tak sejahat itu meninggalkanmu hanya karena
kesibukanmu.
Hatiku tak segoyah itu hanya karena sang pemilik
sedang pergi mengurus masa depannya.
Seraya aku menunduk untuk menyeka air mataku,
sepasang kaki dengan sepatu biru berdiri tepat di sebelahmu.
“Mengapa lama?” sebuah suara tak kukenali, ada apa
ini? Siapa dia? Mengapa dia disini? Kutatap lelaki yang berdiri didepanku. Apa
ini? Tatapan apa yang kau berikan padaku? Apa maksudmu? Situasi apa ini?
“Hon.” Ucapku seraya meminta penjelasan.
“Maaf.” Ucapnya seraya memalingkan pandangannya
kepada gadis disebelahnya.
Pergi.
Tanpa mencoba melihat ke belakang.
Tanpa mencoba melihat keadaanku.
ㅡ15/07/2017.
21:09 wib.
“Hentikan itu tidak lucu, Sehun” Ucapku dengan
kesal.
“Baiklah ibu negara.” Balasnya seraya menahan tawa.
“Aku juga mau punya panggilan untukmu.” Pintaku.
“Anything you want, darling.” Balasnya dengan
senyum.
“Bagaimana dengan Hon?” tanyaku seraya menatap mata
indah yang selalu kusukai darinya.
“Apa filosofi Hon itu, darling?” Tanyanya dengan
gelagat sok misterius yang membuatku tertawa.
“Sehun!” aku tertawa dan memukul bahunya. “Namamu
kan Sehun lalu aku ubah menjadi sehooon. Jadi lah hon.” Ucapku ngasal.
“Aku memang tidak akan pernah mengerti maksudmu,
darl.” Lalu ia memelukku erat.
Sebulan berlalu, kau selalu memberiku kejutan tak
terduga.
Dua bulan berlalu, kau mulai memberi tahu bahwa kau
akan sibuk.
Tiga bulan..
Empat bulan..
Kau menghilang tanpa kabar.
Tak ada yang mengetahui kabarmu.
Enam bulan berlalu, kau kembali.
ㅡ“Kupikir kau sudah meninggalkanku.”
balasmu dengan dingin.ㅡ
Aku masih berusaha mencerna maksud perkataanmu, Hon.
Aku masih berusaha mengerti situasi yang sedang terjadi.
Tunggu, aku masih mencoba memahami. Tolong jangan pergi.
ㅡ15/07/2018. 15:07 wib.
“Hon, hari ini hari jadi kita. Kau masih mengingatnya kan?” kuhela napasku.
Bodoh.
Dengan siapa aku berbicara tadi.
Kutatap pintu masuk kafe ini seraya terkejut.
“Hon.” Gumamku pelan.
“Apa ia disini untuk..”gumamanku terhenti ketika melihat sesosok wanita
disebelahnya.
“tentu bukan untukku.” Gumamku sambil menundukkan kepalaku malu.
Kutengok ia perlahan. Dia menatapku. Dengan tatapan yang tak bisa ku
tafsirkan.
Cincin. Aku membenarkan pengelihatanku. Itu benar-benar cincin.
Ah..aku paham maksudmu kini, Hon.
Aku bergegas keluar dari tempat itu seraya menahan tangisku.
Tangisan untuk menangisi kebodohanku.
Aku berdiam sebentar di depan pintu keluar.
Bodohnya aku.
Dia takkan menghentikanmu, Lis. Pergilah sekarang.
Terima kasih Hon.
Berjanjilah kau selalu ingat bahwa there were “us” in this awesome world.
ㅡit was such a pretty yet hurt memories of being yours.ㅡ
ㅡeven if you meet someone else there, can u please
remember as I was yours? Can u promise me to not forget our memories? Can u
promise me to cherish all of our memories of us?ㅡ